KALIMANTANRAYA.COM – Koalisi organisasi lingkungan telah merilis laporan berjudul “Pembalak Anonim” yang menyoroti kasus deforestasi hutan yang dilakukan oleh PT Mayawana Persada (PT MP) di Kalimantan Barat
Organisasi yang menerbitkan laporan berjudul, “Pembalak Anonim: Deforestasi di hutan tropis dan konflik sosial yang dipicu oleh PT MP di Kalimantan Barat”, itu adalah:
1. Auriga Nusantara
2. Environmental Paper Network
3. Greenpeace International
4. Woods and Wayside International
5. Rainforest Action Network
PT MP dalam laporan tersebut dituding telah membabat hutan alam tropis lebih dari 33.000 hektar di Kalimantan Barat
Baca Juga:
Kasus Pembunuhan Jurnalis Juwita, LSPK Temukan Indikasi Adanya Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Kemedagri Umumkan 9 Daerah yang akan Laksanakan PSU Bulan April, Termasuk Kota Banjarbaru
Perwakilan Auriga Nusantara, Hilman Afif melalui keterangannya menyampaikan hal tersebut, Senin (18/3/2024).
“Bukti yang kami sajikan dalam laporan ini merekam kasus deforestasi terbesar saat ini di antara semua perusahaan perkebunan pulp dan sawit di Indonesia.”
Baca artikel lainnya di sini : Ditinggal Buka Bersama, Rumah Warga di Kabupaten Ngawi Tertimpa Longsor Batu Sebesar ‘Pos Kamling’
“Secara khusus laporan ini menerawang bagaimana dalam tiga tahun terakhir, PT MP yang mengelola konsesi hutan di Kalimantan Barat.”
Baca Juga:
Prabowo Subianto Ungkap Hampir Setiap Malam Pastikan Harga Pangan, Telepon Menteri Pertanian
Termasuk Kapolda Kalteng, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo Angkat 10 Kapolda Baru
“Telah membabat hutan alam tropis lebih dari 33.000 hektare, atau setara dengan hampir separuh Singapura,” kata Hilman Afif.
Lihat juga konten video, di sini : Prabowo Unggul di Pilpres 2024, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez Ucapkan Selamat via Surat Resmi
Selain itu, laporan yang mereka keluarkan juga menunjukkan bahwa PT MP adalah satu contoh dari banyaknya perusahaan yang memanfaatkan struktur korporasi kompleks.
Melibatkan yurisdiksi lepas pantai (offshore jurisdictions) yang penuh kerahasiaan untuk melakukan pembabatan hutan tropis besar-besaran.
Baca Juga:
Terima Aspirasi, Mensesneg Prasetyo Hadi Kompak Nyanyi ‘Darah Juang’ Bareng Ratusan Mahasiswa
Program Rumah Murah, Prabowo Subianto Umumkan Skema Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Rumah
“Dalam kasus PT MP, deforestasi ini telah menghancurkan habitat orang utan Kalimantan dan spesies terancam lainnya, serta memicu konflik antara perusahaan dan komunitas Dayak setempat,” tuturnya.
Auriga Nusantara mencatat, saat ini tersisa 55.000 hektare hutan alam di dalam konsesi PT MP, menjadikannya sebagai batu uji kritis terhadap upaya pengendalian deforestasi di Indonesia.
Namun, struktur kepemilikan perusahaan yang tidak transparan menyulitkan publik luas untuk mengetahui siapa yang harus bertanggung jawab atas kerusakan hutan oleh perusahaan itu.
Di ketahui, PT MP dimiliki oleh perusahaan induk berlapis yang mengarah ke yurisdiksi dengan kerahasiaan tinggi.
Yiaitu British Virgin Islands dan Samoa yang merupakan dua yurisdiksi yang tidak mewajibkan pengungkapan nama-nama pemegang saham kepada publik.
“Struktur korporasi yang rumit ini, pada dasarnya, tidak hanya menyembunyikan pemilik manfaat utama perusahaan.
Tetapi sekaligus melindungi mereka dari risiko hukum dan reputasi atas penghancuran hutan tropis yang begitu luas,” ujar Arie Rompas dari Greenpeace Indonesia.
Dalam kasus PT MP, kata Arie, dokumen perusahaan, keterkaitan operasional manajemen, dan hubungan rantai pasok menunjukkan bahwa perusahaan itu memiliki hubungan dengan grup Royal Golden Eagle (RGE).
RGE adalah produsen global untuk produk pulp, kertas, kemasan, tisu, dan viscose, dan merupakan konglomerat induk dari APRIL, Asia Symbol, dan Sateri.
Pada 2015, RGE serta beberapa anak perusahaannya termasuk APRIL memulai kebijakan “nol-deforestasi” dalam rantai pasoknya.
Sebagian pembeli produk RGE adalah beberapa merek mode terbesar di dunia, produsen barang konsumen, dan pengecer umum.
Banyak di antaranya membuat klaim keberlanjutan kepada konsumen yang menyatakan bahwa bisnis atau produk mereka tidak menyebabkan penghancuran hutan tropis atau merugikan masyarakat.
“Klaim keberlanjutan ini sekarang dipertanyakan atas deforestasi yang terus dilakukan oleh PT MP di Kalimantan Barat,” tuturnya.
Deforestasi yang dilakukan oleh PT MP seolah menghapus apa pun pembenaran upaya reasosiasi antara Forest Stewardship Council (FSC) dengan APRIL, perusahaan induk Grup RGE untuk bisnis pulp dan kertas di Indonesia.
Satu dekade lalu, APRIL dikeluarkan dari organisasi tersebut karena praktik merusak hutan.
Organisasi yang mempublikasikan laporan ini mendesak FSC untuk menghentikan “proses pemulihan” yang berjalan dengan APRIL untuk kembali masuk ke skema sertifikasi keberlanjutan.
“Setidaknya sampai PT MP menghentikan deforestasi dan pembukaan lahan gambut, APRIL mengungkap struktur bisnisnya ke publik dengan memuat semua entitas perusahaan di yurisdiksi kerahasiaan.”
“Dan PT MP menyelesaikan konfliknya dengan komunitas Dayak setempat dengan cara yang adil dan bertanggung jawab,” kata dia.
Melalui pernyataan yang diterbitkan oleh APRIL, Grup RGE membantah seluruh keterkaitan grup itu dengan PT MP.
Tanggapan RGE dicantumkan secara utuh dalam laporan tersebut.***
Sempatkan juga untuk. membaca artikel menarik lainnya, di portal berita Halloidn.com dan Infomaritim.com
Untuk kebutuhan publikasi press release di portal berita ini, atau serentak di puluhan media online lainnya, dapat menghubungi (WhatsApp) Jasasiaranpers.com:
08531 555 7788, 08781 555 7788, 08191 555 7788, 0811 115 7788.